Contoh jurnal Nasional & Internasional
Minggu, 13 Januari 2013
5
komentar
PROFESI
GURU SEBAGAI PROFESI YANG MENJANJIKAN PASCA UU GURU DAN DOSEN
Abstrak : UU No 14/2005 tentang guru dan
dosen pada hakekatnya untuk mengangkat harkat dan martabat guru sebagai
pendidik professional. Sebagai guru professional guru wajib : (a) memiliki
kualifikasi akademik minimal sarjana/diploma empat, (b) memiliki kompetensi
(pedagogik, kepribadian, social dan professional) (c) memiliki sertifikat
pendidik (d) sehat jasmani dan rohani dan (e) memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalannya guru memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal
dan jaminan kesejahteraan social, yang meliputi : (1) gaji pokok, (2) tunjangan
yang melekat pada gaji, serta (3) penghasilan lain berupa tunjangan profesi,
tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait
dengan tugasnya dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Ke depan,
profesi guru cukup menjanjukan dan diharapkan menjadi pilihan pertama bagi
generasi muda atau setidak-tidaknya menjadi pilihan yang sama dengan profesi
lainnya, seperti dokter, akuntan, insinyur, advokat, notaries, dan lainnya.
Kata
kunci
: profesi guru dan UU guru dan dosen
Pengantar
Salah
satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pendidikan adalah
guru. Sebagai pendidik professional, guru memiliki peran yang strategis dalam
pendidikan. Dengan diundangkannya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
guru diakui sebagai jabatan yang professional. Hal ini sekaligus mengangkat harkat
dan martabat guru yang sungguh luar biasa bila dibandingkan dengan profesi
lainnya dikalangan pegawai negri sipil.
Namun demikian,
untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah
atas persyaratannya cukup kompleks, yaitu : (a) memiliki kualifikasi akademik
minimal sarjana/diploma empat, (b) memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian,
social dan professional (c) memiliki sertifikat pendidik (d) sehat jasmani dan
rohani dan (e) memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
(UU Nomor : 14/2005). Dengan demikian, keberadaan UU Guru dan Dosen pada
prinsipnya memiliki dua komponen pokok, yaitu : pertama meningkatkan kualitas
guru sebagai pendidik professional dan kedua meningkatkan kesejahteraan guru
sebagai konsekuensi logis dari keprofesionalannya.
Permasalahan
yang diduga terjadi adalah sejauh mana profesi guru pasca UU No 14 tahun 2005
memiliki daya tarik yang menjanjikan bagi generasi mendatang, khususnya bagi
mereka yang memiliki kecenderungan dan bakat istimewa. Mencermati berbagai
penghasilan guru sebagai pendidik yang
professional, calon mahasiswa yang berprestasi dan atau mereka yang memiliki
kecerdasan dan bakat istimewa semestinya tertarik untuk menjadi guru. Jika
demikian adanya, maka patut di duga bahwa hasil pendidikan akan meningkat
secara signifikan.
Pengertia Profesi
Profesi
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang dilakukan seseorang
sesuai dengan keahliannya. Ini berarti bahwa suatu keahlian atau jabatan harus
dikerjakan oleh orang yang sudah terlatih dan disiapkan untuk melakukan
pekerjaan tertentu. Dengan kata lain suatu profesi erat kaitannya dengan
pekerjaan yang spesifik, terstandart mutunya dan dapat menjadi sumber
penghasilan sesuai dengan penghargaan keprofesionalannya. Para ahli
professional di Indonesian merumuskan cirri-ciri utama profesi sebagai berikut
: (a) memiliki fungsi dan signifikasi
social yang crucial, (b) adanya tuntutan penguasaan keahlian/ketrampilan
sampai tingkatan tertentu, (c) memiliki perolehan keahlian/ketrampilan tersebut
bukan hanya dilakukan secara rutin, tetapi melalui pemecahan masalah atau
penanganan situasi kritis melaui penggunaan metode ilmiah, (d) memiliki batang
tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematis dan eksplisit serta (e) penguasaan
profesi membutuhkan pendidikan yang relative lama, pada jenjang perguruan
tinggi.
Profesional Guru
Menurut
Allison dalam Ki Supriyoko (2004), guru yang professional adalah guru yang
menyayangi peserta didiknya, membantu mencarikan jalan keluar atas masalah yang
dihadapi, murah senyum, membuat kejutan-kejutan yang menyenangkan, sangat
peduli dan memperhatikan peserta didik, memiliki kecerdasan yang tinggi, selalu
mencoba berbuat yang terbaik, senang menyegarkan suasana, serta mau
mendengarkan kata hatinya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan, secara formal
guru mempunyai peranan penting, disamping aspek lainnya seperti
sarana/prasarana, kurikulum, peserta didik dan manajemen. Guru merupakan kunci
keberhasilan pendidikan, sebab inti dari kegiatan pendidikan adalah
pembelajaran yang memerankan peran guru didalamnya. Oleh karena itu, guru yang
professional tidak hanya mengetahui apa yang menjadi tugas pokoknya, peranan,
dan kompetensinya, namun dituntut pula untuk mampu melaksanakan tugas dan
peranannya dalam rangka meningkatkan kompetensinya dan optimalisasi proses
pembelajaran secara efektif.
Faktor-faktor
yang berhubungan dengan profesionalisme guru
Bnyak
factor yang diduga terkait dengan profesionalisme guru, seperti kelayakan
mengajar, kesejahteraan, pembinaan profesi, perlindungan profesi, komitmen,
serta kebijakan pemerintah. Factor lain yang mempengaruhi profesionalisme guru
adalah perlindungan profesi guru yang mencakup (a) pengakuan terhadap ilmu
pendpendidikan dan keguruan yang saat ini masih setengah hati dari pengambil
kebijakan dan pihak-pihak yang terlibat, (b) PGRI belum berfungsi sebagai
organisasi profesi dalam meningkatkan profesionalisme anggotanya, (c) Pusat
Kegiatan Guru (PKG) dan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang memungkinkan para guru
untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi
dalam kegiatan mengajarnya, dan (d) pengukuhan progam Akta Mengajar melalui
peraturan perundangan (Akadum dalam Hasan, 2003).
Profesi
Guru paska UU Guru dan Dosen
Pasca
UU Guru dan Dosen, profesi guru merupakan salah satu profesi yang menjanjikan
bagi generasi mendatang. Sebagaimana telah dikemukakan dalam pendahuluan, mahwa
untuk menjadi guru seseorang wajib :
Kualifikasi
Akademik
Kualifikasi
akademik guru ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan kemampuan
yang dipersyaratkan bagi guru untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya
sesuai Standar
Nasional Pendidikan
(PP Nomor 1912005). Kualifikasi
akademik guru
diperoleh melalui
pendidikan tinggi progam sarjana (S1)
atau program diploma empat (D-IV) pada
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dari atau program
pendidikan non kependidikan. Kualifikasi, akademik guru bagi seseorang yang
akan menjadi guru harus dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi
guru.
Memiliki
Kompetensi
Kompetensi
merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus
dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan
tugas keprofesinalannya. Kompetensi guru meliputi : (1) kompetensi pedagogic,
yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, (2) kompetensi
kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, beraklak mulia, arif, dan
beribawa serta menjadi teladan bagi peserta didik, (3) kompetensi professional
yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, (4)
kompetensi social yaitu kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesame guru, orangtua peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
Memiliki
Sertifikat Pendidik
Sertifikat
pendidik diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi, baik yang diselenggar,akan oleh Pemerintah atau masyarakat dan
ditetapkan oleh Pemerintah. Program pendidikan profesi hanya diikuti oleh
peserta didik yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana atau diploma empat.
Sehat
Jasmani dan Rohani
Sosok
guru bagaikan public figure yang
senantiasa menjadi pusat perhatian masyarakat dari berbagai aspek, mulai dari
penampilan, ucapan, perilaku, keteladanan, ketrampilan, kepiawian, dan status
social. Oleh karena itu, seorang guru tidak bole memiliki cacad baik secara
fisik maupun jasmani.
Memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Setiap
guru berkewajiban untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta
edukatif dalam upaya membentuk watak dan kepribadian sebagai warga negara yang
mau dan mampu menghargaisesama warga Indonesia secara demokratis dan
bertanggung jawab atas perilaku dalam setiap langkah perilaku, ucapan dan
tindakannya. Sesungguhpun demikian dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan
nasional tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan, namun hal ini perlu
proses yang panjang dan kesungguhan dan keiklasan setiap gurudalam melakukan
pembelajaransecra disiplin dan konsekuen sesuai dengan kaidah-kaidah
dikdatik-metodik.
Kesimpulan
Profesi guru pasca berlakunya Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor
14/2005 memiliki prospek yang menjanjikan, baik dari aspek kualitasmaupun
kesejahteraan. Sebagai tenaga professional, guru taman kanak-kanak sampai guru
sekolah menengah atas minimal disyaratkan berpendidikan sarjana atau diploma
empat. Kesejahteraan guru sebagai tenaga kerja profesionalcukup menjanjikan
yang berasal dari : (1) gaji pokok, (2) tunjangan yang melekat pada gaji, (3)
penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjagan
khusus, dan tunjangan maslahat tambahan sebagai penghasilan tambahan yang
terkait dengan tugasnya dengan prinsip penghargaan atas dasar pestasi.
Mengacu pada simpulan, maka penulis menyarankan agar Pemerintah
segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Guru dan
Dosen menjadi Peraturan Pemerintah sebagai acuan bagi guru untuk memperoleh hak dan kewajibannya sebagai
pendidik profesional, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi Peraturan
Pemerintah tentang Guru ke seluruh
jajaran pendidik, dinas pendidikan tingkat provinsi/ kabupaten/kota,
asosiasi profesi pendidik, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), kantor dinas
pendidikan provinsi/kabupaten/kota kantor wilayah Departemen Agama, kantor pemerintah
daerah, LSM pendidikan, para pemangku kepentingan pendidikan (stake holders) dan
departemen lain yang menyelenggarakan pendidikan.
Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan
Nasional.2005. Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.Depdiknas.Jakarta
Hasan, Ani, M.2003.Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad
Pertengahan: www.artikelpendidikan network/html.
Ki Supriyoko, 2004. Pendidikan
Tanpa Guru Bermutu.www.kompas.com/kompas-cetak/0207/09/opini/pens04.htm
Effects of lnterference Fit
Screw Length Tibial runnel Fixation For Anterior ruciate Ligament Reconstruction
ABSTRACT
Graft-tunnel mismatch during
Arthroscopically assisted anterigr cruciate ligament reconstruction using the
cen-tral-third patellar tendon results in less than 20 mm of bone plug
remaining in the tibialtunnel. We decided to evaluate the strength of bone plug
fixation using inter-ference fit screws that were less than 20mm in iength.
Biomechanical testing was performed on 48 porcine hindquarters using 9-mm diameter
interference fit screws that measured 12.5, 15, and 20 mm in length. No
significant difference was noted between the different-length screws for insertion
torque, divergence, stitf-ness, displacement, or load to failure. We believe, therefore,
that comparable graft fixation can be achieved in the tibial tunnel using 9-mm diameter
interference fit screws that are less than 20 mm long, and that these shorter screws
may be useful incases of graft-tunnel mismatch.
Endoscopic single-incision ACL reconstruction using bone-patellar
tendon-bone autograft has become increasingly popular because of proposed advantages of decreased surgical morbidity by a oiding
a second incision
and easier postoperatiye posed rehabilitation.
Despite these
proadvantages, several
problems related to graft fixation have been described, including inaccurate graft
placement, divergent screw fixation, autograft tendon injury, and suboptimal
interference screw fixation of the bone bloek in the tibial tuqnel After the
bone plug into the femoral tunael, mismatch between the length of the graft and
the tibial tunnel may leave the bone plug protruding from the tunnel,.
Shortening the effective length of the plug and potentially is secured compromising strength of the initial
fixation. Although Kenna et al and Lemos et al have recommended that this
problem prevented by understanding the dimensions of the knee
and graft preoperatively and planning the can be an appropriate- length tibial
tunnel, Shiffer et al reported a
graft-tunnel mismatch incidence of 26% in their series of 34 endo-scopic ACL
reconstructions. The incidence in other series is unpublished.
Options or c6rrecting this mismatch are limited. Further recession
of the femoral bone plug risks inaccurate femoral interferenee screw placement and
possible graft abrasion by the femoral tunnel. Shortening the bone plug and
using a standard interference screw risks tendon laceration by the longer screw.
Other options for fixation, including staples or tying sutures in the tibial
bone plug around a post, compromise the initial strength of the construct in ssmparison
with the relatively rigid fixation of an interference screw. Use of a shorter interference
fit screw has not been described in the clinical literature as a solution to
this problem.
Several investigations have been performed to evalu-ate the relationship
between interference screw diame- ter or length and fixation strength. Brown et
al reported no significant effect of screw length on fixation strength for 20- and
25-mm screws in human cadavers. To the best of our knowledge, reports of biomechanical testing of shorter interference
fit screws, which may applicable in situations
of graft-tunnel not been published. The purpose mismatch, have ofthis study was evaluate the failure of 12.5-, 15-, and 20-mm
interfer-ence fit screws.
MATERIALS AND METHODS
Hindquarters were obtained from 48 fresh-frozen pigs weighing
between 240 and 260 pounds. Bonepatellar ten-grafts-bone grafts were harvested
from each pig by removing 10 mm diameter tibial bone plugs, leaving the
patellar tendon attached to an intact patella. Each tibial bone plug was noted
to have an approximately 15-mm apophysis proximal to a predominately cortical
anterior tibial crest.The Tibial bone plugwas cut to 13, 15,or 20 mm lengths to
correspond to the length of the cannulated interference screw. The tibial plug
was trimmed into a cylindrical shape to snugly fitthrough a 10-mm sizer with
less than 2mm of space between the plug and the tunnel wall. The tibial plug
was left securely attached to the patellar tendon A No. 2 Ethibond suture
(Ethicon, Somenrille, New Jersey) was passed through the patellar tendon as a
modKessler suture and was used to pull the graft into the l. This was done to
avoid the necessity of creating drill holes in the bone plug and thus weakening
it, as noted by Resnick.
Anteroposterior and lateral radiographs were taken of each specimen
to evaluate angles of divergence and the number of threads engaged. In those specimens
in which the threads of the ssrew did
not fully contact the bone plug, the screw was further advanced and the torque
of insertion was ing again recorded. Repeat radiographs confirmed firll
seat- of the screw. The angle of divergence in both AP and lateral planes was
measured usrng the angle forned bylines tilong the axis of the tunnel and the screw. The
number of threads engaged into the plugwas also recorded. The patella was
mounted in a steel clamp through which a 3-cm, partially enclosed hole had been
made to permit passage of the patellar tendon.
A small, threaded Steinmann pin was passed hrough the proximal aspect of the cannulated
screw and locked onto the screw with a emall nut. The distal load was applied,
therefore, at the proximal end of the screw.
DISSCUSION
Anterior cnrciate ligament reconstruetion has given many athletes the
opportunity to return to their prwious levels of activity with minimal functional
d€ficits. Great advances have been made in understanding the biolory of placement and the technical pitfalls involved in
successfirl ligament reconstruction. It is generally agreed that the initial
weak link'sf the reconstnrcted knee is at the graft fixatioa site. Consequentfy,
much has been done to investigate tlre factors
involved in initial fixation strength: type of graft, nethod of fixation, interfenence
screw width/core diameter, screw divergence, and torque of insertion Methods of
fixation of insertion.Method of fixation the patellar tendon graft have varied.
Kurosnka et al. demonstrated the superiority 9.0-mm interference screws compared with 6.5-dn
screws, butbons, and staples. Pull-out strengths of greater
than 400 N have been found in cadaveric studies
Using 9-rnm Kurosoka bcrews by Black et al. and Matthews al.,lo and by Bmwn et aI. when correct€d to
the bone density of a young adult. This shength is very close to the 450 N that
Noyes and Grmd stated the normal ACL was exposed t0 during activities of
daily living. Compromise of fixation may occur by 1)
changing screw specifications or 2) straying recognized principles in technical
insertion.
In conclusion, in this
study there was a positive lation
between torque of interference screws
insertion and pull-out strength. There
was no significant difference in torque of insertion, divergence, stiffrress, displacement, or
failure load between 12.5, 15,or 20 mm long cannulated 9mm interference into porcine bone. We believe,therefore, that
shorter interference corre and fit
screws may be used clinically in the tibial tunnel without compromise ing graft fixation.
Daftar Pustaka
Aerssens J, Boonen S, Lowet
G, et all : Interspesies differences in bone composition, density, and quality
: Potential for in vivo bone research. Endocrinology
139:663-670, 1998.
Kenna B, Simon TM, Jackson
DW, et all ;Endoscopic ACL reconstruction : A technical note on tunnel length
for interference fixation. Arthroscopy 9 : 228-230, 1993
Noyes FR, Butler DR, Grood
ES, et all : The strength of the anterior cruciate ligament in humans and
rhesus monkeys : Age related and spesies related changes. J Bone Joint Surg
58A:1074-1082,1976.
oleh : Nency Hardini
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Contoh jurnal Nasional & Internasional
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://nencyhardini4.blogspot.com/2013/01/contoh-jurnal-nasional.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
5 komentar:
mantap
khoir
mantap sangat bermanfaat
Mau tanya kalay nyari jurnal nasional dan internasional itu dimana iya kalau di internet ? Mohon bantuannya
Sangat bermanfaat & simple
Posting Komentar